Kamis, 10 Juni 2010

Keceplosan

Malu … malu … malu … oh … no …

“Mulutku ini kok gak bisa dijaga yaa? Akibatnya, aku sendiri  deh yang malu.”

Inilah kebiasaan jelekku, berkata tanpa berfikir terlebih dahulu.

Dalam kehidupan, jika terjadi sesuatu hendaklah kita berpikir terlebih dahulu untuk menganalisanya kemudian baru kita ungkapkan melalui perkataan yang mulia selanjutnya kita wujudkan dengan perbuatan yang indah.

Jangan pernah melakukannya dengan cara terbalik karena yang ada hanya penyesalan dalam diri, ketika menyesal maka jiwa kita akan semakin sakit.

Seperti aku, hari ini aku telah menyesal … sangat menyesal …

Ujian hari ini memang membuatku stress. Ujian khusus siswa RSBI tahun ini hanya ada 5 kelas, kelas 7 dibagi menjadi tiga kelas dan kelas 8 dua kelas. Aku baru 2 kali merasakan ujian yang dapat mematikan detak jatung ini. Di semester 1 lalu, dan kini di semester 2 yang memiliki jawaban apakah aku pantas untuk menduduki bangku kelas 8 di bulan Juli nanti.

Ujian tak berjalan lancar di soal matematika, membuatku semakin menyesal diterima di sekolah ini. Satu setengah jam telah berlalu. Tiga soal kupertanyakan jawabannya. Susahnya minta ampun …

“Waktu habis”, suara pengawas membuat tanganku lemas. Aduh … Gimana ini??

Secepat mungkin aku membaca soal itu sekali lagi, dan menjawab. Aku sangat tidak yakin atas jawabanku itu. Yang penting terjawab, uncapku dalam hati. Aku pun keluar dari ruangan itu dan mengajak dua temanku ke kopsis (koperasi siswa). Ya … itung-itung buat ngilangin angka-angka di otakku ini lah …

Sepanjang perjalananku ke kopsis, aku terkaget karena kelas lain belum keluar dari ruang ujian mereka.

“Enak banget sih? Kita kok sudah selesai? Katanya waktu sudah habis?”, ucapku kepada temanku.

“Iya … ya … Kita kok sudah disuru keluar.”

“Gurunya gak adil, jawabanku belum yakin. Kalau kita dijaga guru lain, pasti aku masih bisa berfikir maksimal”

SEEEBBBEEELLL……….

Saat aku sampai di kopsis, disana masih sepi. Hanya beberapa teman sekelasku yang sedang mengobrol satu sama lain.

“Eh reg, kelas lain belum keluar … kita kok sudah dikeluarin sih. Bu ***** itu”, tanpa berfikir aku mengeluarkan kata-kata itu sekeras mungkin. Darahku telah naik.

“He Sheil, ada Bu ***** itu lo ….”

Haaa??? Aku tergaket. Disana ada guru pengawas itu yang sedang menatapku. Aduh … aku keceplosan nih … Bumi, lenyapkan aku sekarang!!! Rasanya pingin mati aja aku ...

Teman-temanku pun tertawa, membuatku semakin pucat dan malu. Oh tidak … Selera makanku langsung habis, aku keluar dari kopsis dan berjalan dengan kaki gemetaran menuju ke kopsis belakang. Kedua teman setiaku mengejar dan mengantarkanku membeli minuman.

Itulah pengalaman bodohku hari ini. Semoga kalian dapat mengambil berkahnya yaa …

‘Baik yang kita tanam baik pula yang kita petik’

Memberi penilaian yang negative terhadap orang bukan merugikan orang yang kita nilai, malah merusak jiwa kita sendiri. Terkadang ketika emosi menyelimuti tubuh semuanya menjadi tertutup, hanya kegelapan yang terlihat, lalu apa yang terjadi??

Ketika kita berada dalam ruangan yang gelap tanpa ada lubang cahaya, kepanikan pasti senantiasa menghantui dan tangan kita meraba kesana kemari tidak menentu. Begitu pula ketika kita diselimuti emosi, pikiran menjadi gelap dan perkataan menjadi kotor. Kalau sudah demikian pasti akan ada hati yang terluka, setelah terjadi puaskah diri kita melihatnya?

Semoga kita semua mampu untuk berpikir terlebih dahulu lalu berkata kemudian baru berbuat.

Tidak ada komentar: